Senin, 17 September 2012

AMANAH PARTOMUAN LUBIS GELAR PATUAN DOLOK III KEPADA TAMANAH LUBIS, SH GELAR SUTAN ALOGO PANUSUNAN

PADA 4 NOPEMBER 1966 PARTOMUAN LUBIS GELAR PATUAN DOLOK III MEMBERIKAN KUASA PENUH KEPADA TAMANAH LUBIS GELAR SUTAN ALOGO PANUSUNAN UNTUK MENGURUS DAN MENGATUR HARTA-HARTA/MILIK PARTOMUAN LUBIS GELAR PATUAN DOLOK DAN TELAH DIDAFTARKAN KE HAKIM PENGADILAN NEGERI MEDAN NO.268/1966 TANGGAL 4 NOPEMBER 1966

Selasa, 01 Mei 2012

Tambang Ubi Sere (Emas)


Pada era masa Raja Panusunan Tamiang ke-7 dan Kepala Kuria ke-2 telah berjasa mempersatukan 15 (lima belas) kampung dimana Tamiang menjadi Ibu Kampung telah mempunyai Jalangan (Hak Ulayat) termasuki daerah Tor Sijanggut dan sekitarnya mulai dari jembatan Muara Pungkut sampai ke batas Kuria Pakantan dan Muara Sipongi. Di Daerah Tor Si Janggut dari dahulu kala sampai  saat ini sudah ada Pertambangan  Rakyat untuk menambah kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat sekitarnya seperti emas, perak, timah dan lain-lainnya. Pada mulanya masyarakat menanam ubi dan sesudah panen  maka dicabut ubinya, ternyata logam mulia emas juga ikut terbawa/terangkat. Tambang Ubi Sere (Emas) berada di Dolok Muara Botung  telah di olah (gali) oleh Pemerintahan Penjajahan Belanda, Pemerintahan Penjajahan Jepang tapi kadar emasnya masih rendah dan pada masa era zaman Raja Panusunan Tamiang ke-11 Patuan Dolok III Tambang Emas itu terhenti. Dulu ada suatu lagu mengisahkan tentang tambang emas (sere) di Tamiang.
Pertambangan Rakyat ini sudah silih berganti dimana banyak pengusaha  mengincarnya agar mendapat izin/hak dari Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah. Akan tetapi ekplorasi tambang emas tersebut kurang memperhatikan kesejahteraan, keselamatan  masyarakat (rakyat) sekitarnya dan juga kelangsungan pelestarian alam. Harapan Keluarga Besar Bagas Godang kalau Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah memberikan izin/hak pertambangan tersebut agar di ikutkan sertakan ahli waris dari Sutan Panusunan (Raja Panusunan Tamiang ke-7 dan Kepala Kuria ke-2 c.q Patuan Dolok III (Raja Panusunan Tamiang ke-11) yang mana Surat Tanah tersebut telah disetujui Namora Natoras dan semua Kepala Kampung dibawah Kuria Tamiang Mandailing dan sekarang surat tersebut  berada di tangan Tamanah Lubis, SH Gelar Sutan Alogo Panusunan (Advokat) dengan tujuan agar pengelolaan tanah pertambangan emas ini dapat meningkatkan kesejahteraan/rakyat sekitarnya dan tidak boleh merusak lingkungan karena dibawah bukit yang berisi hasil-hasil tambang ada perkampungan maka pengelolaannya harus profesional. Yang sebenarnya pusat emas, perak, timah tersebut berada di Tor Sijanggut Aek Lilian, Tor Piangguh dan Sunda Parit yang mana dulunya adalah tempat peternakan kerbau, lembu, kambing Raja Sutan Panusunan (Raja Panusunan Tamiang ke-7 dan Kepala Kuria ke-2).
Sesuai pesan Namora Natoras kepada keturunan Langkitang dan keturunan Baitang, terutama keturunan Baitang yang bermukim di Kerajaan Tamiang, Kerajaan Manambin, Kerajaan Pakantan yang membangun perkampungan diantara  pertemuan 2 (dua) sungai. Seperti Kerajaaan Tamiang diapit oleh 2 (dua) sungai sangat indah seperti sungai Batang Gadis dan sungai Ulu Pungkut,  disamping itu disebelah kerajaan Tamiang ada 2 (dua) kampung yaitu: Huta Dangka dan Muara Botung yang terletak di jajaran Bukit Barisan. Sebelum ada tambang emas, masyarakat Mandailing mengenal tradisi menggoreh/mendulang emas di sungai Batang Gadis pada saat musim hujan dan juga menderes karet pada musim kemarau.